Home

Minggu, 17 Januari 2016

Enaknya Mereka

Mereka bernama Ariq dan Rizqa. Mereka adalah adikku. Rizqa kini sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang mulai memasuki dunia perkuliahan. Kehidupannya penuh dengan keberuntungan karena setiap kali dia mendaftar di Sekolah/Universitas yang dia idamkan dia selalu berhasil lolos. Dia terbilang anak yang malas untuk membaca buku apalagi belajar serius. Tetapi nasibnya selalu beruntung, selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Tak hanya di bidang pendidikan, dalam keluarga pun dia selalu beruntung. Rizqa anak ke dua dari tiga bersaudara, ya! dia adikku yang lahir setelah aku. Ayah dan Ibu begitu mencintainya. Mereka selalu memberikan apa yang dia inginkan.

Terakhir kali ada sebuah kejadian dimana Rizqa merusakkan hpnya, sampai tak bisa menyala lagi. Otomatis dia tidak punya alat komunikasi lagi untuk berhubungan dengan teman-temannya maupun keluarga. Dia menggunakan PC untuk online dan berkabar kepada keluarga dirumah. Ibu merasa iba padanya, dengan pemikiran seorang Ibu dia ingin membelikan HP baru untuknya. Saatnya tiba, ketika libur beberapa hari dia pulang ke rumah. Dia meminjam HP temannya untuk dibawa pulang buat komunikasi dengan keluarga. Beberapa hari dia dirumah sampai tiba hari terakhirnya dirumah, dan besok dia harus kembali ke perantauan. Malam itu juga Ayah mengajak kami sekeluarga pergi ke Counter untuk membelikan HP Rizqa. Dan dia memilih HP seharga 5Juta, Oppo keluaran terbaru.

Begitupula si bungsu Ariq, dia anak kesayangan Ibu. Apapun yang dia lakukan meski itu salah ataupun benar Ibu selalu membelanya. Ariq seorang anak yang pemalas menurutku, hidupnya sangat ketergantungan dengan PC dan game. Pagi, siang, malam, sampai tidur PC tak bisa dijauhkan darinya. Hanya saat sekolah mungkin dia berhenti ngegame. Pulang sekolah sampai larut malam dia selalu di depan PC, hanya berpaling saat dia lapar dan waktunya mandi saja. Aku nggak bayangkan bagaimana isi otaknya. Tetapimeski begitu dia terbilang anak yang cerdas. Beberapa kali dia mengikuti tes masuk sekolah, dia selalu berhasil lolos pada peringkat yang cukup tinggi dari banyaknya pesaing. Sekarang dia sudah duduk di bangku SMA, itupun dia berhasil lolos di SMA terfavorit di Kabupaten Gresik. Kadang itu membuatku terheran-heran.

At last, aku iri dengan mereka berdua yang selalu bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tak seperti aku mereka tumbuh besar saat perekonomian keluarga sudah sangat stabil. Ayah dan Ibu sekarang sudah bida dibilang punya harta. Gaya hidup kami sekeluarga pun mulai berubah drastis dari yang dulu aku rasakan ketika masa pertumbuhanku. Dulu aku selalu diajarkan hidup berhemat, bekerja keras, mengerjakan pekerjaan rumah layaknya anak perempuan, bahkan salah sedikit saja sudah mendapat amarah yang begitu meledak dari Ayah maupun Ibu. Kini semua sudah berubah.

Ayah dan Ibu sudah lebih dewasa dalam menyikapi hidup, jauh lebih sabar dalam mendidik anak. Mereka jarang sekali meluapkan  amarahnya pada Rizqa dan Ariq, enaknya mereka tumbuh dalam kondisi yang sudah stabil segalanya. Itu yang membuatku iri. Mereka tidak merasakan bagaimana hidup susah, bagaimana cara berhemat, bagaimana bekerja keras demi mewujudkan keinginan.
Mereka tinggal minta, segala apapun Ayah maupun Ibu selalu berusaha mewujudkannya. Enaknya Mereka.